SIjogja: Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta menyesalkan adanya surat arahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait pelarangan kegiatan buka bersama pejabat terutama aparatur sipil negara atau ASN dan juga TNI dan Polri.
PHRI Yogyakarta mengungkap di bulan ramadan yang sepi kunjungan wisata dan minim reservasi ini, salah satu pemasukan yang diandalkan kalangan hotel di Yogyakarta tak lain dari paket-paket menu buka puasa yang sudah lama disiapkan.
"Kami sangat keberatan dengan arahan itu (larangan berbuka bersama)," kata Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono Jumat 24 Maret 2023.
PHRI Yogyakarta membeberkan, arahan larangan buka bersama itu tak hanya membuat hotel dan restoran mendapat hantaman paling keras.
"Dalam menyiapkan paket buka bersama itu kami juga melibatkan kelompok UMKM, yang memasok bahan pangannya, yang membuat souvenirnya, kan semua masuk dalam paket itu," kata Deddy.
Adapun untuk hotel dan restoran, Deddy mengatakan, rata rata di masa ramadan ini reservasi untuk buka puasa di hotel hotel anggota PHRI berkisar 20 hingga 30 persen.
"Reservasi paket buka bersama itu kami perkirakan akan terus naik hingga 100 persen ketika mendekati minggu terakhir puasa," kata Deddy.
Sehingga, pelaku perhotelan mengakui cukup khawatir jika kebijakan larangan buka bersama tersebut benar-benar diberlakukan.
Deddy tak menampik, kalangan ASN menjadi salah satu pasar potensial saat masa ramadan seperti ini. Kalangan ASN itu, tak hanya menggelar rapat namun juga sekalian mengadakan kegiatan buka bersama di hotel maupun restoran.
PHRI DIY pun telah menyiapkan langkah untuk menyatakan penolakan pada arahan larangan buka bersama itu.
"Kalau kebijakan itu ada surat tertulisnya, kami akan membalas juga (penolakan atas larangan buka bersama) itu lewat surat dari pemerintah daerah atau siapapun yang mengirimkan soal itu," kata Deddy.
"Kebijakan ini memojokkan kami, di satu sisi kami pelaku usaha didorong membangkitkan perekonomian namun di sisi lain ada kebijakan yang menghambatnya," Deddy menambahkan.
PHRI Yogyakarta pun mendesak sebelum pemerintah daerah meneruskan instruksi pusat, juga meminta pertimbangan dengan asosiasi pariwisata terutama PHRI dan pelaku-pelaku pariwisata yang lain.
"Jangan sampai memutuskan sendiri," kata Deddy.